Siak Sri Indrapura, Baranewsriau.com -Tepat tanggal 14/12/2023 pukul 18.35 WIB adalah agenda sidang perkara Anji dan Sarli atas tuduhan penggelapan pasal 372 KUHP atas hasil panen kayu Akasia dengan No. Reg: 392/Pid.B/2023/PN.Sak.
Dalam agenda pemeriksaan saksi yang dihadirkan JPU menghadirkan Direktur PT. Triomas Forestry Develpoment Indonesia yakni Raminda Unelly Maret Sembiring memberi kesaksian kurang lebih satu jam empat belas menit atas bertubi-tubinya pertanyaan PH Terdakwa.
Dalam sesi pemeriskaan saksi oleh pihak Penasehat Hukum Terdakwa dari Kantor Hukum Etos menanyakan apa dasar timbul hak 1/3 Triomas atas hasil kayu akasia? Padahal diketahui Triomas adalah perusahaan perkebunan sawit.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Saksi menjawab , “yang menanam akasia di areal pelepasan kami adalah RAPP, dan kami berbagi dengan RAPP, legalitas berdasarkan kesepakatan yang dituangkan dalam Notulen Rapat tanggal 30 maret 2005 Plus SK Pelepasan Triomas”.
PH Terdakwa memberikan tanggapan atas jawaban saksi diluar sidang kepada awak media bahwa, “SK pelepasan jelas bukan merupakan hak milik, bahkan HGU pun hanya merupakan hak kelola yg diberikan oleh negara dengan pembatasan2 tertentu oleh UU dan peraturan terkait lainnya, diatas ahan 618 H tsb, sudah terlebih dahulu terbit surat2 masyarakat th 2000 s/d 2006, sementara SK pelepasan Triomas tsb terbit th 2006, dan dibuat perjanjian dengan objek lahan 618H tsb,secara mendasar, perjanjian tersebut sudah cacat hukum, karna bertentangan dengan pasal 1332 dan 1338 KUH Perdata, kenapa bisa bahkan klien kami diseret ke ranah pidana atas dasar seautu perjanjian yg cacat hukum? Jelas bahwa konstruksi perkara ini adalah keperdataan, harus diselesaikan dulu sengketa kepemilikan dan/atau perbuatan melawan hukumnya di Pengadilan Perdata”. Imbuh Dedy Reza, SH (14/12)
Sementara diketahui bahwa lahan 618 ha yang ditumbuhi akasia tersebut diklaim PT. Triomas FDI sebagai “HAK”nya atas status kawasan pelepasan Triomas, padahal lahan tersebut telah dikuasai masyarakat sejak dahulu dengan bukti kepemilikan tanah yang terbit sejak tahun 2004, dan tanah tersebut adalah APL bukan HGU Triomas FDI.
Sementara dengan jelas serta diakui Triomas bahwa SK Pelepasan Triomas terbit tahun 2006 dan HGU-HGU nya baru terbit tahun sekitar 2010/2011 dengan luas 6.300-an Ha dari total 10.700 ha lebih yang diajukan.
Berkaitan dengan hal itu pihak Triomas FDI menyatakan bahwa antara kawasan Pelepasan dan HGU itu adalah berbeda. Ia juga mengatakan SK Pelepasan itu merupakan “Hak” karena ditujukan khusus kepada Triomas, sehingga berdasarkan hal tersebut mereka menganggap dapat menguasai dan membaut kesepakatan dengan RAPP untuk menanam akasia dan berbagi-bagi.
Sehingga seolah pihak-pihak masyarakat yang menguasai lahan kawasan pelepasan Triomas adalah perbuatan melawan hukum. Padahal diketahui SK pelepasan adalah salah satu prasyarat untuk mengajukan HGU yang belum tentu semua yang diajukan akan dikabulkan.
Sementara faktanya Koperasi Produsen Satu Hati Penyengat dalam kepemimpinan Terdakwa Anji Mardiator selaku Ketua telah mendapatkan Dokumen legalitas kayu SVLK yang berlaku hingga tahun 2030, karena tidak mungkin SVLK terbit jika kayu atau lahannya tidak jelas kepemilikannya. Karena banyaknya prasyarat yang harua dipenuhi dalam proses peneribitannya, termasuk mengenai legalitas kayu akasianya.
Apalagi didukung dengan adanya surat telaah dinas terkait yang menyatakan lahan tersebut berstatus APL bukan HGU Triomas FDI, terlebih lahan 618 ha tersebut telah dibebani bukti kepemilikan masyarakat penyengat.
Dan fakta selanjutnya, jika berandai-andai benar Notulen Itu adalah benar dan tidak ilegal dan kayu akasia itu merupakan hak RAPP dan Triomas. bagaimana mungkin RAPP dapat membiarkan pihak Koperasi beraktifitas diatas lahan tersebut, terang-terangan koperasi memobilisasi alat-alat beratnya dengan leluasa serta memanen akasia tanpa ada gangguan, serta dapat memobilisasi hasil kayu akasia keluar dari koridor RAPP tanpa ada hambatan dari ketatnya pos penjagaan koridor RAPP.
Serta bagaimana mungkin satu sisi Triomas mengakui dan menganggap berlakunya notulen yang dibuat bersama RAPP, namun triomas malah menjalin kerjasama kembali terhadap hasil pemanenan kayu kepada pihak Koperasi Produsen Satu Hati Penyengat tanpa melibatkan pihak RAPP. Apakah ini semua hanya akal-akalan dan siasat buruk perusahaan yang diniatkan?.
Menjadi tanda tanya besar, apakah ini adalah scenario besar triomas untuk menekan dan menjebak masyarakat?. Dan apakah mungkin Triomas bekerjasama dengan pihak RAPP untuk akal-akalan berniat jahat untuk menyengsarakan masyarakat penyengat demi menguasai lahan yang letaknya strategis berada dicelah antara HGU-HGU Triomas FDI yang notabenenya berstatus APL?. Proses hukum yang akan dapat menjawab terang jika hukum itu berkeadilan
Dalam kesempatan berbeda pada tanggal 19/12/2023 ketika masyarakat penyengat dengan APTMR melakukan demo di halaman PN Siak, meminta hal ini di usut tuntas kepada pihak berwenang, bagaimana mungkin triomas membuat kesepakatan dasar notulen tahun 2005 mengenai bagi bagi kayu akasia, yang mana triomas bersama RAPP menanam kayu akasia di luar HTI RAPP, dan dikawal oleh triomas yang notabenya lahan 618 ha yang telah kuasai masyarakat berstatus APL, bukan HGU Trioman ataupun HTI RAPP
Sri Imelda