ROHIL, BaraNewsRiau.com |Proyek ketahanan pangan (Ketapang) tahun 2025 di Kepenghuluan Bagan Jawa, Kecamatan Bangko, Rokan Hilir, menjadi sorotan publik.
Program yang dikelola oleh Badan Usaha Milik Kepenghuluan (BUMKep) ini diduga kuat tidak dijalankan sesuai rencana awal, bahkan terindikasi adanya penyalahgunaan anggaran.
Proyek Ketapang yang berfokus pada penggemukan kambing ini diduga tidak mengikuti spesifikasi yang telah ditetapkan dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Berdasarkan informasi sementara, BUMKep Bagan Jawa mendapatkan kucuran dana tahap pertama senilai Rp145 juta, hanya menggunakan sebagian kecil dana tersebut.
Dari total anggaran yang diterima, hanya Rp30 juta yang digunakan untuk membangun kandang dan sisanya untuk membeli 24 ekor kambing. Jumlah ini jauh dari harapan dan menimbulkan kecurigaan publik.
“Ketidaktransparanan dalam pengelolaan dana BUMKep memicu asumsi liar di kalangan masyarakat, terindikasi adanya mark-up,” ujar salah seorang warga, Rabu (17/09/2025).
Lebih lanjut, keterlibatan Pj. Penghulu Bagan Jawa dalam pengelolaan dana BUMDes yang nilainya fantastis juga menjadi pertanyaan besar.
Sejumlah pihak mendesak agar program Ketapang di Kepenghuluan Bagan Jawa diperiksa secara menyeluruh. Salahsatunya dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Team Operasional Penyelamatan Asset Negara Republik Indonesia (TOPAN-RI) Rokan Hilir yang menyatakan keprihatinan atas kasus ini dan meminta aparat penegak hukum untuk segera melakukan penyelidikan.
“Kami meminta Kejaksaan dan Kepolisian untuk serius menangani kasus ini dan tidak membiarkan penyalahgunaan dana desa terjadi tanpa konsekuensi,” kata Ketua LSM TOPAN RI Rohil Yusaf Hari Purnomo.
Menurut Yusaf akrab di sapa Arie Black, Dana desa adalah uang rakyat. Pengelolaannya harus transparan dan akuntabel.
“Kami meminta agar kasus ini diusut hingga tuntas,” Tegas dia.
Peringatan bagi Desa-Desa Lain
Kasus ini menjadi peringatan bagi desa-desa lain agar lebih berhati-hati dalam mengelola Bumdes/Bumkep. Transparansi anggaran dan pelibatan masyarakat dalam pengawasan adalah kunci untuk mencegah terjadinya penyimpangan.
Diharapkan, kasus di Bagan Jawa ini dapat segera mendapat titik terang demi terciptanya pemerintahan desa yang bersih dan bertanggung jawab.
Hingga berita ini dipublikasikan, Direktur BUMKep Bagan Jawa dan Pj. Penghulu Bagan Jawa masih diam dan enggan memberikan tanggapan.
Keduanya terkesan bungkam, mengabaikan hak publik untuk mendapatkan informasi yang jelas dan transparan. (AM).
Editor: Redaksi
















































