BAGANSIAPIAPI, BARANEWSRIAU.com | Seorang kontraktor di Bagansiapiapi, Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), Riau, berinisial BR menjadi sorotan publik. Ia diduga memegang peran ganda sebagai pimpinan salah satu organisasi pers sekaligus pemilik perusahaan media daring.
Pada saat yang sama, yang bersangkutan juga disebut sebagai pihak pelaksana pembangunan musholla di lingkungan Kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Rohil, proyek yang belakangan menjadi polemik.
Pembangunan musholla tersebut menuai pertanyaan publik lantaran dinilai tidak sejalan dengan informasi yang tercantum dalam papan proyek. Di papan informasi, kegiatan tercatat sebagai bagian dari program Penataan Bangunan Gedung dengan kegiatan Rehabilitasi Kantor Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Rokan Hilir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Lokasi proyek disebut berada di Kabupaten Rokan Hilir dengan sumber dana berasal dari APBD Kabupaten Rokan Hilir Tahun Anggaran 2024.

Nilai kontrak yang tercantum dalam papan proyek sebesar Rp 427.234.365,06, dengan penyedia jasa pelaksana atas nama CV Hibayatullah Rozak. Waktu pelaksanaan pekerjaan ditetapkan selama 90 hari kalender, sementara pengawasan teknis tercatat dilakukan oleh CV Zevanya Konsultan.
Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa pekerjaan yang dilakukan bukan sekadar rehabilitasi kantor sebagaimana dimaksud dalam papan informasi, melainkan pembangunan musholla di lingkungan Kantor PUPR Rohil.
Perbedaan antara dokumen publik dan kondisi di lokasi inilah yang memunculkan pertanyaan terkait kesesuaian ruang lingkup pekerjaan dengan kontrak, serta transparansi penggunaan anggaran daerah.
Keraguan publik kian menguat karena pelaksana proyek juga memegang posisi strategis di lingkungan pers setempat. Kondisi ini dinilai rawan konflik kepentingan, karena proyek publik bersinggungan langsung dengan pihak yang juga mengendalikan saluran informasi.
Ketua Tim Operasional Penyelamatan Aset Negara Republik Indonesia (TOPAN RI) Rohil, Yusaf Hari Purnomo, menilai rangkap peran tersebut berpotensi menggerus independensi pers.
” Ini rawan konflik kepentingan. Ketika pimpinan organisasi pers juga mengerjakan proyek pemerintah, independensi pers bisa tercederai. Media berpotensi tidak lagi berfungsi sebagai kontrol sosial,” ujarnya kepada wartawan, Kamis (4/12/2025).
Ia menegaskan, pers seharusnya menjaga jarak dari kepentingan bisnis, apalagi yang berkaitan langsung dengan proyek pemerintahan.
” Media tidak boleh menjadi alat kepentingan bisnis. Jika itu terjadi, maka prinsip jurnalisme yang independen dan objektif akan terganggu,” katanya.
TOPAN RI juga menyoroti dugaan bahwa spesifikasi teknis pembangunan musholla tidak sepenuhnya sesuai dengan kontrak kerja.
Menurut Yusaf, perbedaan antara Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan kondisi fisik bangunan berpotensi menimbulkan kerugian negara jika tidak diaudit secara menyeluruh.
Selain itu, ia juga mengungkap dugaan adanya rangkap peran di lingkungan organisasi pers yang dipimpin BR, di mana seorang wartawan senior di Rohil disebut merangkap jabatan sebagai pemimpin redaksi pada perusahaan media milik BR, sekaligus sebagai sekretaris organisasi pers tersebut.
” Situasi ini rawan penyalahgunaan informasi. Publik bisa saja disuguhi pemberitaan yang tidak objektif demi melindungi kepentingan tertentu,” ujarnya.

Dari Klaim Dana Pribadi hingga Desakan Audit
Polemik pembangunan musholla di belakang Kantor Dinas PUPR Rohil bergulir sejak akhir 2024. Pada awalnya, muncul klaim bahwa musholla dibangun dengan dana pribadi pejabat terkait. Namun klaim tersebut menimbulkan tanda tanya karena bangunan berdiri di atas aset pemerintah.
Memasuki 2025, sejumlah pihak mempertanyakan minimnya penjelasan resmi dari instansi terkait. Dugaan ketidaksesuaian antara dokumen perencanaan dan realisasi fisik ikut memperkuat kecurigaan publik.
Sorotan kembali menguat pada pertengahan 2025 ketika muncul informasi bahwa sejumlah bagian bangunan tidak terpasang sebagaimana rencana awal. Kondisi itu dinilai melemahkan klaim pendanaan pribadi yang sebelumnya disampaikan.
Berbagai organisasi masyarakat sipil di Rohil kemudian mendesak aparat penegak hukum untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh terhadap proyek tersebut.
Mereka meminta audit terhadap sumber dana, mekanisme pengadaan, hingga pertanggungjawaban teknis pekerjaan.
Meskipun musholla dikabarkan telah mulai digunakan pada November 2025, polemik tidak mereda. Publik masih menunggu kejelasan mengenai sumber pembiayaan proyek yang dalam papan proyek tercantum bernilai lebih dari Rp 427 juta tersebut, serta kesesuaian pelaksanaan pekerjaan dengan kontrak.
Publik Menanti Penjelasan
Hingga kini, belum ada keterangan resmi yang terbuka dan komprehensif dari pihak berwenang mengenai status pendanaan, dasar hukum pengerjaan, serta hasil pengawasan proyek.
Bagi publik, musholla PUPR Rohil kini tak sekadar bangunan ibadah, tetapi telah menjadi simbol persoalan transparansi dan tata kelola pemerintahan daerah.
Dalam tata kelola pemerintahan yang sehat, setiap kegiatan pembangunan di atas aset negara harus bisa diaudit dan dipertanggungjawabkan.
Jika menggunakan dana publik, masyarakat berhak mengetahui rinciannya. Jika tidak, dasar hukum pemanfaatan aset negara tetap wajib dijelaskan.
Catatan Redaksi
Redaksi membuka ruang klarifikasi dan hak jawab bagi semua pihak yang disebut dalam pemberitaan ini.
Laporan : Alek Marzen
Editor: Redaksi
















































