BAGANSIAPIAPI, BARANEWSRIAU.com | Pembangunan musholla di belakang Kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Rokan Hilir (Rohil) memunculkan rangkaian pertanyaan publik yang tak kunjung terjawab. Senin (01/12/2025).
Sejak akhir 2024 hingga akhir 2025, proyek yang awalnya disebut sebagai inisiatif pribadi kepala dinas lama Asnar itu bertransformasi menjadi polemik panjang, menyisakan tanda tanya besar soal transparansi, akuntabilitas, dan dugaan penyalahgunaan wewenang.
Berikut kilas jejak perkara berdasarkan rangkaian pemberitaan media daring sepanjang setahun terakhir.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Klaim Dana Pribadi, Awal Kontroversi
Polemi k bermula pada 31 Desember 2024, saat muncul pemberitaan yang menyebut musholla itu dibangun menggunakan “uang pribadi” Kepala Dinas PUTR Rohil saat itu. Pernyataan tersebut justru memantik curiga publik sebuah fasilitas di lingkungan kantor pemerintahan, berdiri di atas aset negara, namun diklaim dibiayai secara personal.
Alih-alih meredam, polemik membesar di awal 2025. Pada 9 Januari 2025, kembali terbit pemberitaan yang mempersoalkan sikap tertutup pejabat terkait terhadap konfirmasi wartawan. Situasi ini memperkuat persepsi tentang minimnya keterbukaan informasi publik.
Dugaan Tidak Sesuai RAB hingga Kubah “Hilang”
Masalah berikutnya merebak pada 1 Februari 2025. Pengerjaan musholla disebut-sebut diduga tidak sesuai rencana anggaran biaya (RAB). Temuan di lapangan menunjukkan perbedaan antara dokumen perencanaan dan hasil fisik pembangunan.
Kontroversi mencapai titik baru pada 29 Juni 2025, ketika kubah musholla diberitakan “hilang”. Informasi ini menjungkirbalikkan klaim awal bahwa proyek tersebut didanai secara pribadi.
Publik kembali mempertanyakan: jika ini uang pribadi, mengapa pengelolaan proyeknya melekat dengan jabatan kepala dinas?
Tak berhenti di situ, pada 7 Juli 2025, musholla kembali disorot karena dinilai jorok dan tidak terawat, padahal belum lama dinyatakan rampung.
Kondisi ini menimbulkan kecurigaan bahwa kualitas pembangunan tidak menjadi prioritas, sementara nilai anggaran yang belakangan muncul terbilang besar.
Desakan Pemeriksaan Aparat Penegak Hukum

Gelombang kritik memuncak pada 10 Juli 2025, ketika sebuah organisasi masyarakat sipil di Rohil secara terbuka mendesak aparat penegak hukum untuk memeriksa dugaan korupsi dalam pembangunan musholla yang disebut bernama Hajjah Intan Kalimah.
Desakan ini menguatkan tuntutan agar proyek tersebut diaudit secara menyeluruh, baik dari aspek anggaran, proses pengadaan, maupun pertanggungjawaban pejabat terkait.
Berfungsi, Namun Pertanyaan Tetap Menggantung

Meski demikian, musholla akhirnya dilaporkan telah berfungsi pada 25 November 2025. Namun, keberfungsian fisik bangunan tidak serta-merta menutup ruang kritik. Transparansi penggunaan anggaran negara tetap menjadi soal utama yang belum terjawab.
Keresahan publik kembali menguat pada 28 November 2025, ketika terbit pemberitaan yang menyebut total biaya pembangunan musholla mencapai Rp 427 juta dan diduga tidak sesuai spesifikasi. Angka itu jauh dari kesan “dana pribadi sederhana” di awal proyek. Publik pun kembali mempertanyakan: siapa sesungguhnya membiayai musholla ini?
Publik Menanti Kejelasan

Hingga kini, belum ada penjelasan komprehensif dari pihak berwenang ihwal sumber pembiayaan, mekanisme pengadaan, hingga pertanggungjawaban teknis proyek tersebut.
Situasi ini membuat proyek musholla PUPR Rohil tidak lagi dipandang sekadar bangunan ibadah, tetapi simbol persoalan tata kelola pemerintahan daerah.
Publik menanti kejelasan bukan sekadar pernyataan, melainkan bukti. Bukan janji, melainkan dokumen. Sebab, setiap rupiah uang negara yang dikeluarkan wajib dapat dipertanggungjawabkan secara terbuka.
Transparansi dan Akuntabilitas

Dalam pemerintahan yang sehat, proyek di atas aset negara harus dapat diaudit dan dipertanggungjawabkan. Jika benar menggunakan dana negara, publik berhak mengetahui rinciannya. Jika tidak, pemerintah tetap berkewajiban memastikan tidak ada konflik kepentingan dan penyalahgunaan wewenang.
Kasus ini menjadi pengingat penting bahwa pengawasan sosial bukanlah ancaman, melainkan pilar demokrasi.
Catatan Redaksi
Redaksi berkomitmen untuk terus mengikuti perkembangan kasus ini. Kebenaran harus menemukan jalannya, sekalipun harus menembus lapisan sunyi dan gelapnya informasi.
Di tengah keterbatasan, redaksi tetap berdiri untuk mengungkap terang di balik gelap demi kepentingan publik dan marwah keadilan.
Laporan: Alek Marzen
Editor: Redaksi
















































