ROHIL, Baranewsriau.com | Forum Diskusi Mahasiswa Rokan Hilir (Fordismarohil) menyatakan sikap kritis terhadap proses seleksi 11 Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (JPTP) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir. Mahasiswa menilai, pengisian jabatan eselon II yang strategis itu bukan sekadar agenda seremonial, melainkan proses penting yang akan menentukan arah pemerintahan dan kualitas pelayanan publik di daerah. Namun, alih-alih menimbulkan kepercayaan, seleksi ini justru menimbulkan tanda tanya besar di tengah masyarakat.
Ketua Umum Fordismarohil, Nanang, menegaskan bahwa pihaknya menerima banyak masukan, keresahan, hingga dugaan adanya praktik nepotisme, intervensi politik, dan pelanggaran prosedur dalam proses seleksi. Padahal, sejak awal, Pemkab Rohil selalu menyuarakan komitmen untuk membangun tata kelola pemerintahan yang bersih dan menempatkan pejabat sesuai kompetensi.
“Yang kami soroti khusus adalah seleksi terhadap 11 jabatan pimpinan tinggi pratama. Kami mempertanyakan, apakah peserta yang dinyatakan lulus benar-benar sudah sesuai prosedur dan aturan, atau justru gagal sejak awal proses seleksi? Bahkan lebih ironis, ada 1 jabatan yang dikatakan gagal. Hal ini menjadi pertanyaan besar bagi kami: mengapa hal ini bisa terjadi jika proses seleksi diklaim transparan dan profesional?” tegas Nanang, lewat keterangan pers release, Minggu (07/09/2025) diterima Redaksi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Fordismarohil juga menyoroti kinerja Prof. Dr. Junaidi, S.S., M.Hum., Ph.D selaku Ketua Panitia Seleksi (Pansel). Mahasiswa mendesak klarifikasi terkait syarat mutlak pejabat JPTP, khususnya persyaratan poin ke-3: memiliki pengalaman jabatan dalam bidang tugas terkait secara kumulatif paling kurang 5 (lima) tahun.
“Kami menanyakan secara terbuka kepada Ketua Pansel, apakah seluruh peserta yang dinyatakan lulus telah memenuhi syarat ini? Jika ada yang tidak memenuhi, maka jelas seleksi ini cacat hukum, cacat moral, dan cacat birokrasi,” lanjut Nanang.
Sebagai bentuk keseriusan, Fordismarohil bahkan menantang Ketua Seleksi untuk hadir dalam diskusi publik terbuka bersama masyarakat dan mahasiswa. Forum ini diharapkan menjadi ruang klarifikasi, di mana data dan bukti bisa ditunjukkan secara terang-benderang kepada publik.
“Kami tidak ingin Ketua Seleksi hanya bersembunyi di balik meja birokrasi. Jika yakin proses ini murni dan bersih, mari hadir dan buktikan di hadapan rakyat. Tetapi jika tidak bisa membuktikan, maka seleksi ini kami nyatakan gagal, dan harus diusut tuntas siapa dalangnya,” tegas Nanang.
Fordismarohil mendesak agar Pemkab Rohil benar-benar konsisten menempatkan pejabat berdasarkan integritas, profesionalitas, dan kesesuaian bidang tugas. Jika seleksi 11 jabatan strategis ini justru tidak memenuhi syarat, maka hal ini hanya akan memperlemah pelayanan publik, menurunkan kepercayaan masyarakat, serta menunjukkan bahwa janji reformasi birokrasi hanya sekadar retorika kosong.
“Janji pimpinan daerah akan dipandang sebagai janji manis pemilu semata jika seleksi ini terbukti sarat kepentingan. Rakyat tidak butuh kata-kata, rakyat butuh bukti nyata. Pemerintahan yang bersih hanya lahir dari proses yang bersih,” tambah Nanang.
Mahasiswa menegaskan bahwa seleksi pejabat bukanlah ajang politik balas jasa atau bagi-bagi kursi jabatan, melainkan penempatan orang yang tepat untuk melayani rakyat. Jika proses ini dibiarkan tanpa kejelasan, Fordismarohil siap membawa persoalan ini ke lembaga pengawas, ranah hukum, hingga aksi turun ke jalan.
“Mahasiswa akan selalu berdiri di garis depan sebagai kontrol sosial. Kami tidak akan tinggal diam terhadap segala bentuk penyalahgunaan wewenang. Jika janji pemerintah untuk menempatkan pejabat yang kompeten dan berintegritas tidak diwujudkan, maka jangan salahkan mahasiswa jika turun ke jalan menuntut keadilan,” pungkas Nanang, Ketua Umum Fordismarohil. (Lek/rls).
Editor: Redaksi